suarapena.id – Terletak di pinggiran hutan hujan tropis Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, kawasan matahari terbenam di Pulau Tomia menawarkan pengalaman alam yang sungguh berbeda: laut biru kehijauan, pasir putih lembut, dan panorama bukit karang yang langsung membentang ke Samudra-Laut Flores.
Selama kunjungan ke sana, pengunjung dapat menyusuri jalur setapak menuju titik tertinggi pulau—sekitar 30 menit berjalan kaki ringan dari kampung nelayan—di mana panoramanya memukau: tanpa bangunan besar, tanpa keramaian wisatawan, hanya suara ombak dan angin.
Di lokasi tersebut, masyarakat lokal masih memancing secara tradisional dan hidup sederhana dari laut, sebuah pengalaman autentik yang menambah kekayaan kunjungan. Dengan pengalaman menjelajah destinasi alam terpencil, dapat dipastikan bahwa kondisi pulau masih sangat asli: terumbu karang di tepi pantai masih hidup, air sangat jernih, dan pepohonan hijau mengelilingi bukit.
Namun, pengunjung perlu dipersiapkan: akses memerlukan kapal dari pulau utama dan jalan menuju titik pandang berupa jalur tanah berbatu, sehingga keamanan dan kondisi fisik pengunjung harus diperhatikan.
Keberadaan komunitas lokal yang ramah memungkinkan wisatawan berdialog langsung tentang budaya maritim mereka—ini memperkuat otoritas destinasi sebagai lebih dari sekadar tempat “foto” tetapi sebuah pengalaman budaya dan alam.
Kepercayaan terhadap tempat ini juga diperkuat karena pengunjung disarankan untuk menjaga kebersihan dan tidak membawa plastik sekali pakai, demi kelestarian lingkungan.
Untuk hasil maksimal, waktu kunjungan yang disarankan adalah menjelang senja—langit oranye, siluet bukit, dan laut tenang menciptakan suasana yang menenangkan dan cocok untuk refleksi pribadi atau melepas penat dari rutinitas kota.
Dengan demikian, Pulau Tomia menjadi salah satu destinasi alam Indonesia yang layak dipromosikan sebagai alternatif selain yang populer, sekaligus menunjukkan bahwa keindahan masih bisa dijangkau tanpa keramaian.
